Bahasa adalah kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata
dengan aturan sintaksis untuk membentuk kalimat yang memiliki arti.
Bahasa merupakan alat yang sangat tidak memadai untuk berpikir dengan
tertib dan untuk melahirkan pendapat (C.P.F.Lecoutere, L. Grootaers).
Munculnya bahasa alay merupakan ancaman yang cukup serius pada
penggunaan bahasa lisan dan tulis. Terkadang penggunaan bahasa lisan
tidak terlalu disorot, karena merupakan bahasa percakapan sehari-hari,
meski demikian pada situasi formal penggunaan bahasa lisan yang kurang
baik akan menimbulkan kesan kurang baik pada penggunanya. Seseorang
terbiasa menggunakan qu,u akan cenderung sulit menggunakan kata saya,
anda. Banyak Remaja yang lancar dalam penggunaan bahasa alay, tetapi
kesulitan dalam berbahasa Indonesia. Contohnya, mereka lebih nyaman
memakai kata Binund (bingung) yang berarti ayah dan ibu, kemudian ada
lagi penggunaan kata dimana menjadi dimandose.
Bahasa Alay menurut Sahala Saragih, dosen Fakultas Jurnalistik Universitas Padjajaran, merupakan bahasa sandi yang hanya berlaku dalam komunitas mereka. Tentu saja itu tidak mungkin digunakan ke pihak di luar komunitas mereka misalnya guru dan orangtua. Penggunaan bahasa sandi itu menjadi masalah bila digunakan dalam komunikasi massa karena lambang yang mereka pakai tidak dapat dipahami oleh segenap khayalak media massa atau dipakai dalam komunikasi formal secara tertulis.
Sedangkan menurut Irni Ristika:
Bahasa alay itu adalah variasi bahasa yang muncul karena adanya komunitas anak-anak remaja/muda. Alay adalah singkatan dari Anak layangan, Alah lebay, Anak layu atau Anak kelayapan yang menghubungkannya dengan anak jarpul (Jarang Pulang). Tapi yang paling terkenal adalah Anak layangan. Dominannya, istilah ini menggambarkan anak yang menganggap dirinya keren secara gaya busananya. Menurut Koentjaraningrat, Alay adalah gejala yang dialami pemuda dan pemudi bangsa Indonesia, yang ingin diakui statusnya di antara teman-temannya. Gejala ini akan mengubah gaya tulisan, dan gaya berpakaian mereka.
Istilah alay hadir setelah di facebook semakin marak penggunaan bahasa tulis yang tak sesuai kaidah bahasa Indonesia oleh remaja. Hingga kini belum ada definisi yang pasti tentang istilah ini, namun bahasa ini kerap dipakai untuk menunjuk bahasa tulis. Dalam bahasa alay bukan bunyi yang dipentingkan tapi variasi tulisan.”
Menurut Koentjaraningrat, alay adalah gejala yang dialami pemuda-pemudi Indonesia yang ingin diakui statusnya. Gejala ini akan mengubah gaya penulisan serta komunikasi secara lisan. Sedangkan bahasa alay menurut Sahala Saragih, dosen Fakultas Jurnalistik. Universitas Padjajaran, merupakan bahasa sandi yang hanya berlaku dalam komunitas mereka. Penggunaan bahasa sandi tersebut menjadi masalah jika digunakan dalam komunikasi massa atau dipakai dalam komunikasi secara tertulis. Dalam ilmu bahasa, bahasa alay termasuk sejenis bahasa diakronik. Yaitu bahasa yang dipakai oleh suatu kelompok dalam kurun waktu tertentu. Ia akan berkembang hanya dalam kurun tertentu. Perkembangan bahasa diakronik ini, tidak hanya penting dipelajari oleh para ahli bahasa, tetapi juga ahli sosial atau mungkin juga politik. Sebab, bahasa merupakan sebuah fenomena sosial. Ia hidup dan berkemban karena fenomena sosial tertentu.
Munculnya SMS (Short Message Service) dirasa menjadi cikal munculnya bahasa tulis yang menyimpang. Bermula dari kata-kata yang disingkat, akhirnya menimbulkan singkatan kata yang menyimpang dari kata yang dimaksud. Munculnya jejaring sosialseperti friendster, facebook, dan twitter, mendorong kian maraknya penggunaan bahasa alay di Indonesia, karena dari jejaring sosial tersebut juga muncul kosakata baru.
Ini adalah gambaran tentang bahasa tulis yang sedang menjadi tren pada remaja Indonesia :
Dampak positif dengan digunakannya bahasa Alay adalah remaja menjadi lebih kreatif. Terlepas dari menganggu atau tidaknya bahasa Alay ini, tidak ada salahnya kita menikmati tiap perubahan atau inovasi bahasa yang muncul. Asalkan dipakai pada situasi yang tepat, media yang tepat dan komunikan yang tepat juga.
Dampak negatif lainnya, dapat mengganggu siapa pun yang membaca dan mendengar kata-kata yang termaksud di dalamnya, karena tidak semua orang mengerti akan maksud dari kata-kata alay tersebut. Terlebih lagi dalam bentuk tulisan, sangat memusingkan dan memerlukan waktu yang lebih banyak untuk memahaminya.
Penggunaan bahasa alay dalam kehidupan sehari – hari ini mempunyai pengaruh negatif bagi kelangsungan bahasa Indonesia. Pengaruh tersebut antara lain sebagai berikut ini:
Melihat dampak yang cukup mencengangkan ini apa yang sebaiknya dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif penggunaan bahasa alay ini?
Bahasa Alay menurut Sahala Saragih, dosen Fakultas Jurnalistik Universitas Padjajaran, merupakan bahasa sandi yang hanya berlaku dalam komunitas mereka. Tentu saja itu tidak mungkin digunakan ke pihak di luar komunitas mereka misalnya guru dan orangtua. Penggunaan bahasa sandi itu menjadi masalah bila digunakan dalam komunikasi massa karena lambang yang mereka pakai tidak dapat dipahami oleh segenap khayalak media massa atau dipakai dalam komunikasi formal secara tertulis.
Sedangkan menurut Irni Ristika:
Bahasa alay itu adalah variasi bahasa yang muncul karena adanya komunitas anak-anak remaja/muda. Alay adalah singkatan dari Anak layangan, Alah lebay, Anak layu atau Anak kelayapan yang menghubungkannya dengan anak jarpul (Jarang Pulang). Tapi yang paling terkenal adalah Anak layangan. Dominannya, istilah ini menggambarkan anak yang menganggap dirinya keren secara gaya busananya. Menurut Koentjaraningrat, Alay adalah gejala yang dialami pemuda dan pemudi bangsa Indonesia, yang ingin diakui statusnya di antara teman-temannya. Gejala ini akan mengubah gaya tulisan, dan gaya berpakaian mereka.
Istilah alay hadir setelah di facebook semakin marak penggunaan bahasa tulis yang tak sesuai kaidah bahasa Indonesia oleh remaja. Hingga kini belum ada definisi yang pasti tentang istilah ini, namun bahasa ini kerap dipakai untuk menunjuk bahasa tulis. Dalam bahasa alay bukan bunyi yang dipentingkan tapi variasi tulisan.”
Menurut Koentjaraningrat, alay adalah gejala yang dialami pemuda-pemudi Indonesia yang ingin diakui statusnya. Gejala ini akan mengubah gaya penulisan serta komunikasi secara lisan. Sedangkan bahasa alay menurut Sahala Saragih, dosen Fakultas Jurnalistik. Universitas Padjajaran, merupakan bahasa sandi yang hanya berlaku dalam komunitas mereka. Penggunaan bahasa sandi tersebut menjadi masalah jika digunakan dalam komunikasi massa atau dipakai dalam komunikasi secara tertulis. Dalam ilmu bahasa, bahasa alay termasuk sejenis bahasa diakronik. Yaitu bahasa yang dipakai oleh suatu kelompok dalam kurun waktu tertentu. Ia akan berkembang hanya dalam kurun tertentu. Perkembangan bahasa diakronik ini, tidak hanya penting dipelajari oleh para ahli bahasa, tetapi juga ahli sosial atau mungkin juga politik. Sebab, bahasa merupakan sebuah fenomena sosial. Ia hidup dan berkemban karena fenomena sosial tertentu.
Munculnya SMS (Short Message Service) dirasa menjadi cikal munculnya bahasa tulis yang menyimpang. Bermula dari kata-kata yang disingkat, akhirnya menimbulkan singkatan kata yang menyimpang dari kata yang dimaksud. Munculnya jejaring sosialseperti friendster, facebook, dan twitter, mendorong kian maraknya penggunaan bahasa alay di Indonesia, karena dari jejaring sosial tersebut juga muncul kosakata baru.
Ini adalah gambaran tentang bahasa tulis yang sedang menjadi tren pada remaja Indonesia :
- Menggunakan angka untuk menggantikan huruf. Contoh: 4ku ciNT4 5 K4moe (Aku cinta kamu).
- Kapitalisasi yang sangat berantakan. Contoh: IH kAmOE JaHAddd (ih kamu jahat).
- Menambahkan “x” atau “z” pada akhiran kata atau mengganti beberapa huruf seperti “s” dengan dua huruf tersebut dan menyelipkan huruf-huruf yang tidak perlu serta merusak EYD atau setidaknya bahasa yang masih bisa dibaca. Mengganti huruf “s” dengan “c” sehingga seperti balita berbicara. Contoh:, “xory ya, becok aQ gx bica ikut”.
- Menggunakan singkatan-singkata kata : semangka (semangat kaka), stw (santai wae), otw ( on the way).
- Mengubah huruf vokal atau konsonan menjadi kata yang bernada lebih rendah : semangat – cemungud.
- Menganti huruf dengan angka maupun tanda-tanda dalam bacaan. Contoh huruf i diganti !/1 (pap!),
Dampak positif dengan digunakannya bahasa Alay adalah remaja menjadi lebih kreatif. Terlepas dari menganggu atau tidaknya bahasa Alay ini, tidak ada salahnya kita menikmati tiap perubahan atau inovasi bahasa yang muncul. Asalkan dipakai pada situasi yang tepat, media yang tepat dan komunikan yang tepat juga.
Dampak negatif lainnya, dapat mengganggu siapa pun yang membaca dan mendengar kata-kata yang termaksud di dalamnya, karena tidak semua orang mengerti akan maksud dari kata-kata alay tersebut. Terlebih lagi dalam bentuk tulisan, sangat memusingkan dan memerlukan waktu yang lebih banyak untuk memahaminya.
Penggunaan bahasa alay dalam kehidupan sehari – hari ini mempunyai pengaruh negatif bagi kelangsungan bahasa Indonesia. Pengaruh tersebut antara lain sebagai berikut ini:
- Masyarakat Indonesia tidak mengenal lagi bahasa baku.
- Masyarakat Indonesia tidak memakai lagi Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
- Masyarakat Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak
mau mempelajarinya karena merasa dirinya telah menguasai bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
- Dulu anak – anak kecil bisa menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar, tapi sekarang anak kecil lebih menggunakan bahasa alay.
Misalnya dulu kita memanggil orang tua dengan sebutan ayah atau ibu,
tapi sekarang anak kecil memanggil ayah atau ibu dengan sebutan bokap
atau nyokap.
- Penulisan bahasa indonesia menjadi tidak benar. Yang mana pada penulisan bahasa indonesia yang baik dan, hanya huruf awal saja yang diberi huruf kapital, dan tidak ada penggantian huruf menjadi angka dalam sebuah kata ataupun kalimat.”
Melihat dampak yang cukup mencengangkan ini apa yang sebaiknya dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif penggunaan bahasa alay ini?
- Yang pertama, sebaiknya guru-guru bahasa Indonesia di sekolah lebih
menekankan lagi bagaimana cara penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar menurut EYD.
- Yang kedua, pada saat berkomunikasi kita harus bisa membedakan dengan
siapa kita berbicara, pada situasi formal atau nonformal. Dengan ini
kita bisa menyeimbangkan penggunaan bahasa dengan baik agar bahasa alay
tidak mendominasi kosakata yang kita miliki.
- Yang ketiga, mengurangi kebiasaan mengirim pesan singkat dengan
tulisan yang aneh. Seperti singkatan kata yang menjadi “yg”dan bukan
“yank”, disamping mudah membacanya akan lebih efisien waktu dan tidak
membuat si penerima pesan merasa kebingungan membaca tulisan kita.
- Yang keempat, banyak membaca tulisan yang menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Artinya di dalam buku tersebut terdapat
tulisan yang formalitas dan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Misalnya
wacana, berita, ataupun informasi dalam surat kabar.
- Yang kelima, sebaiknya kita rajin membaca KBBI, karena banyak kosakata bahasa Indonesia yang sudah banyak dilupakan. Ini adalah salah satu wujud bangga terhadap bahasa kita.